Guys gwa rada" sebel neeh.... coz hari ini gak bisa ngeliat langsung Film Animasi Indonesia yg bertittle MERAIH MIMPI . eh kemaren ada temen gwa yg namanya Nina ngesms gini ke gwa : Ferd besok Nina mw nonton Meraih Mimpi bareng Gita Gutawa di PPJ . Hadooh emang dasar kebangetan . yah gwa siriklah secara gwa gak bisa ketemu calon istri gwa langsung (puiiiih!!!) seengganya kan ketemu langsung!!! . hmm kira" film ini kaya gimana ya ? Langsung saja ini dia :
Film Meraih Mimpi yang digarap di Studio Kinema, Turi Beach Resort, Nongsa diputar perdana di Bioskop XXI Mega Mall, Batam Centre, Senin (14/9). Diluncurkan bertepatan dengan masa libur Lebaran, film animasi 3 dimensi berbiaya 5 juta dolar AS (skitar Rp50 miliar) ini menatap pasar dunia.
DEDEN ROSANDA, Batam
Karya anak bangsa itu diputar hampir berbarengan di empat studio XXI. Tak kurang 300-an penonton menyaksikan tayang perdana film yang diproduseri Mike Wiluan, putra Kris Taenar Wiluan, bos PT Citra Tubindo. Selain keluarga Wiluan, juga hadir Co Produser, Nia Dinata dan artis pendukung, Shanty.
Karena film ini diproduksi di Batam, panitia launching film Meraih Mimpi mengundang ratusan pelajar Batam, pemerhati pendidikan, budayawan, dan sejumlah pejabat, termasuk Wakil Wali Kota Batam Ria Saptarika dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Kepri Robert Iwan Liraux.
”Selama jadi wakil wali kota, baru sekali ini saya gemetar. Saya bangga, Batam bisa memproduksi film animasi 3 dimensi. Saya rasa, Batam Digital Island sudah terwujud,” kata Ria Saptarika saat peluncuran film tersebut di studio 2 XXI.
Meraih Mimpi adalah film 3 dimensi pertama di Indonesia yang diangkat dari buku karya Minfung Ho berjudul Sing to The Dawn. Film ini bercerita tentang perjuangan Dana, perempuan kampung berusia 15 tahun yang gigih mencari keadilan dan menggapai cita-cita di bidang pendidikan. Sosok yang suaranya diisi Gita Gitawa ini pun harus melawan kesewenang-wenangan sang tuan tanah, Pairot. Sosok rakus harta dan kekuasaan itu tak hanya berencana menggusur rumahnya, juga warga lain yang tinggal di kampung itu.
Dengan dalih mendapat wasiat, Pairot mengklaim tanah kampung itu miliknya. Lelaki bertubuh tambun ini lantas memerintahkan warga menyingkir. Jika tidak mau, rumah mereka akan digusur paksa. Khusus keluarga Dana, Pairot memberikan kesempatan untuk tetap tinggal di kampung itu. Syaratnya, ayah Dana harus mau bekerja sama dan bersedia menikahkan putri tercintanya dengan Ben, remaja gembul yang punya tabiat mirip Pairot.
Melihat kesewenang-wenangan itu, Dana tak tinggal diam. Ia mencari cara untuk membuktikan kebohongan besar yang dibuat Pairot dengan mengklaim tanah kampung sebagai miliknya.
Film musikal berdurasi 90 menit ini sendiri, mengambil setting lokasi di berbagai daerah di Indonesia. Karena ini produksi asli Batam, Executive Technical Director Infinite Frameworks, Phill Mitchel menyisipkan beberapa daerah di Batam sebagai latar belakang lokasi dalam cerita tersebut.
Daerah yang dipilih Phill, antara lain rumah nelayan, pasar dan sekolah di kawasan Teluk Mata Ikan, Nongsa serta sebuah jembatan kayu yang sudah usang di wilayah Rempang. Ditemani Executive Technical Director, Daniel Harjanto, Phill menyusuri Galang hingga ke Rempang. Di sebuah empang, dia menemukan jembatan kayu selebar kurang lebih 1 meter dengan panjang 10-an meter. Menurutnya, jembatan itu cocok dijadikan lokasi untuk salah satu adegan dalam film ini.
Setelah mendapat lokasi bagus di Rempang, Phill mengalihkan perburuan ke rumah-rumah nelayan di Teluk Mata Ikan. Ia menyambangi pasar, sekolah dan masuki beberapa rumah kayu milik para nelayan di sana. Mulai dari ruang tamu, tempat tidur hingga dapur.
”Itulah gambaran rumah kampung asli Indonesia yang kemudian kami tuangkan ke dalam animasi,” kata lelaki yang lama menekuni animasi di Vancouver, Kanada ini.
Phill juga mengambil beberapa sudut perkampungan di Bali dan Jawa untuk salah satu adegan dalam film tersebut. Setelah melakukan riset lokasi dan karakter untuk tiap tokoh dalam film tersebut, tahapan selanjutnya membuat animasi. Proses produksi animasi tiga dimensi ini melibatkan 105 orang, 100 dari Indonesia, sisanya
Mereka punya tugas masing-masing. Ada animator, modeler, compositor, movie, 2D artist dan lainnya. Latar belakang anak-anak bangsa yang dilibatkan dalam penggarapan film ini beragam. Robby misalnya, dia lulusan Fakultas Teknik Mesin. Ada juga Agus yang jebolan akademi perawat, Anang mantan mahasiswa kedokteran yang memilih tidak melanjutkan kuliah dan Daniel Harjanto, jebolan teknik sipil.
Mereka bekerja di Studio Kinema yang terletak di kolong ruang pertemuan utama Turi Beach Resort. Bangunan seluas 1.400 meter persegi itu dilengkapi ruang desain, editing hingga ruang kontrol mutu. Sekitar seratusam komputer berjejer di ruang berpendingin udara tersebut.
Proses pembuatan animasi sendiri butuh waktu cukup lama dan ketekunan. Menurut Phill, 1 detik film animasi 3 dimensi membutuhkan 24 gambar. Supaya terlihat hidup dan gerakannya tak putus, dalam satu gambar biasanya ada 60 hingga 100 gambar yang ditempelkan sekaligus. Film Sing to The Dawn atau Meraih Mimpi yang berdurasi 90 menit ini sendiri, memiliki 15 juta gambar. ”Gambar sebanyak itu dikerjakan selama kurang lebih sembilan bulan,” kata Phill.
Film ini sendiri melibatkan sederet bintang beken sebagai pengisi suara. Ada Gita Gutawa yang mengisi suara Dana, Patton ”Idola Cilik” sebagai Rai, Surya Saputra sebagai Pairot, Cut Mini sebagai Kakatu dan Indra Bekti sebagai Ben. Nama-nama lain, ikut mengisi suara sejumlah karater di film itu, seperti Jajang C Noor, Melissa Karim, Ria Irawan, Shanty, Uli Hermansyah, Joko Anwar, Tike Priatnakusumah, Otto S Djauhari maupun Gerry Praatmadja.
Nah, seperti cerita dan gambar yang ditampilkan dalam film Meraih Mimpi ini? Warga Batam yang penasaran bisa mengunjungi jaringan bioskop 21 terdekat.
”Film ini juga akan diputar serentak di seluruh Indonesia mulai 16 September,” kata Mike Wiluan, Chief Executive Infinite Framework, produser film itu.
Dalam penggarapan versi Indonesia ini, Infinite Framework menggandeng Keylana Shira Film, sebuah perusahaan produksi film independent yang dinakhodai Nia Dinata. Menurutnya, keterlibatnnya dalam produksi film Meraih Mimpi merupakan pengalaman luar biasa.
”Waktu pertama melihat kualitas animasi yang dihasilkan, saya langsung kagum dengan visualiasainya. Secara visual dan alur cerita film ini sangat menarik, makanya saya bersedia menggarapnya dengan menulis ulang skrip dan mencari artis yang cocok untuk mengisi suara sesuai karakter dalam film itu,” paparnya.
Kerja keras Infinite Framework dan Keylana Shira Film tak sia-sia. Mereka sukses membuat film dengan alur cerita menarik dan visual yang mengagumkan. Apa tanggapan penonton tentang film ini?
Ketua Dewan Kesenian Batam, Hasan Aspahani, di samping tampilannya yang memukau, ia menilai cerita film tersebut juga sangat universal dan mudah dicerna kalangan mana pun yang menyaksikannya. Ia bahkan yakin film ini mampu berkibar di pasar dunia.
”Cerita yang universal dan potongan-potongan bahasanya itu yang akan membuat film ini diterima di mana saja,” kata Hasan usai menyaksikan gala premier Meraih Mimpi, kemarin.
Lain Hasan, lain pula Direktur Politeknik Batam, Priyono Eko Sanyoto. Menurut dia, hal mendorong dia pergi ke peluncuran perdana film Meraih Mimpi adalah unsur keratifnya. ”Sangat bagus. Sebenarnya kalau industri kreatif seperti ini didukung, Indonesia bisa merajai pasar animasi dunia,” tukasnya.
Dua Tahun, Satu Film
Semula film animasi ini berjudul Sing to the Dawn dan disajikan dalam bahasa Inggris. Film tersebut memang ditargetkan menembus pasar internasional. Penggarapannya memakan waktu sekitar dua tahun. Diawali berbagai riset, film ini akhirnya rampung pertengahan tahun lalu dan langsung diluncurkan perdana di Singapura 30 Oktober 2008.
Sing to The Dawn sendiri jadi film animasi 3 dimensi pertama yang diproduksi Indonesia dan berstandar internasional. Kalau bisa diterima pasar internasional, Mike berharap film ini juga diterima pasar dalam negeri.
”Untuk sementara itu dulu. Kita tidak bicara target meraup keuntungan. Yang penting bisa diterima masyarakat,” kata Mike.
Selain Singapura, film itu juga dipasarkan di Malaysia, Korea, beberapa negara Timur Tengah dan Rusia. Selanjutnya giliran Jerman serta negara Eropa Timur bakal mereka garap. ”Saat ini kita juga sedang mengerjakan proyek sejenis. Target kami, tiap dua tahun bisa memproduksi satu film animasi,” ujarnya.
by : http://batampos.co.id/Utama/Utama/Dari_Pemutaran_Perdana_Film_%94Meraih_Mimpi%94_.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar